• Jumat, 29 September 2023

Catatan Wartawan, Konflik Partai Golkar Seperti Memukul Tikus di Lumbung Padi

- Sabtu, 15 Juli 2023 | 09:33 WIB
Ketua Umum Golkar Airlangga Hartanto bersama Puan Maharani di puncak acara Bulan Bung Karno (IG Partai Golkar)
Ketua Umum Golkar Airlangga Hartanto bersama Puan Maharani di puncak acara Bulan Bung Karno (IG Partai Golkar)

SUGAWA.ID - Laju kapal Partai Golkar melambat seolah-olah membawa beban berat. Para penumpang khawatir kapal akan tenggelam. Mereka merasakan kebocoran di buritan. Air sudah mulai masuk ke lambung.

Tapi nahkoda kapal Golkar tetap tenang memegang kemudi. Dia sangat percaya diri kapal yang dibawanya pasti akan sampai ke pelabuhan tanpa kerusakan berarti.

Gangguan yang menyebabkan kapal Golkar sedikit linglung karena hantaman ormas pendiri yakni Kosgoro 1957, Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR), dan Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI).

Baca Juga: 374 Korban Sindikat TPPO Berhasil Diselamatkan Polresta Bandara Soetta, 17 Tersangka Ditangkap, Ini Rinciannya

Ketiga sayap partai itu mengirim badai dan meminta Airlangga Hartarto mundur atau digelar Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) untuk memaksanya turun. Alasan mereka selaku pendiri terkait dengan kecepatan kapal yang semakin melambat dan dikhawatirkan disalib kapal lain pada Pemilu 2024.

Pendiri Golkar menilai nahkoda telah kehilangan navigasi. Seni membawa kapal dengan lincah dan cerdas tak lagi menonjol. Nahkoda cenderung pilih selamat, aman dan hemat.
Tidak begitu dengan sayap partai yang ingin nomor 1 sampai di tujuan.

Kecepatan dan kelincahan kapal Golkar harus dipacu agar dapat menerobos ombak yang membentang. Mereka sebagai pendiri Golkar paham kekuatan mesin sudah teruji dan selalu mampu melalui ombak bergulung-gulung bahkan badai besar saat melintasi samudera raya.

Baca Juga: Suami Penganiaya Isteri Hamil 4 Bulan di Tangsel Akhirnya Ditetapkan Jadi Tersangka, Ini Alasannya Memukul

Apakah nahkoda kapal yang duduk di kursi Ketua Umum Partai Golkar akan mabuk laut dan oleng? Sejarah Partai Golkar tidak menggambarkan demikian. Desakan munas akan berakhir di meja runding dengan komitmen bersama untuk memacu kecepatan mesin partai bergerak.

Seperti memukul tikus di lumbung padi; akhir kisruh Partai Golkar akan mirip-mirip begitu. Tikus dapat dan pemukul serta padi pun tidak rusak.

Huru-hara terbesar partai yang melahirkan politikus-politikus hebat itu pernah terjadi pada 2014 – 2016. Mencuat dualisme kepemimpinan antara kubu Aburizal Bakrie dan kubu Agung Laksono. Pangkal persoalannya saling mengklaim dengan hasil dua munas berbeda. Kubu Aburizal menggelar munas di Bali dan kubu Agung di Jakarta.

Baca Juga: Beredar Surat Mosi Tak Percaya Terhadap Plt Kepala Inspektorat Provinsi Banten M Tranggono, Begini Isinya

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada awal Maret 2015 menetapkan kepengurusan Partai Golkar pimpinan Agung Laksono yang sah. Namun, pada Oktober 2015, Mahkamah Agung memutuskan sebaliknya yakni kepengurusan hasil munas di Bali pimpinan Aburizal yang sah.

Konflik internal itu berakhir damai melalui rekonsiliasi pada awal 2016 dengan persetujuan menggelar Munaslub pada 17 Mei 2016.

Halaman:

Editor: Wahyu Wibisana

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X