SUGAWA.ID – Netizen yang suka melakukan pelecehan seksual secara online harap jangan coba-coba. Denda Rp 200 juta menanti bagi pelaku pelecehan seksual, termasuk di dalamnya pelaku revenge porn yang belakangan marak.
Ya, pelaku pelecehan seksual dapat dijerat hukum tak hanya yang di dunia nyata, tapi juga di dunia maya. Maka siapa saja yang merasa menerima pelecehan seksual online dapat melaporkannya dan pelaku dikenai sanksi hukum.
Pelecehan seksual online termasuk salah satu dari 9 jenis tindak pidana kekerasan seksual yang disebutkan dalam Pasal 14 UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Tindak pidana ini disebut sebagai Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik (KSBE), atau lebih populer dengan kekerasan seksual digital.
Apa saja yang termasuk dalam kekerasan seksual online?
-Melakukan perekaman dan atau mengambil gambar atau tangkapan layar yang bermuatan seksual di luar kehendak atau persetujuan orang yang menjadi objek perekaman atau gambar atau tangkapan layar.
-Mengirim atau mengunggah konten berupa gambar, video, atau teks yang bermuatan seksual di luar kehendak penerima yang ditujukan atas dasar keinginan seksual.
Baca Juga: Makin Jelas, Ini Cara Cawe-Cawe Johnny G Plate dan Tersangka Lain dalam Korupsi BTS 4G Kominfo
-Melakukan penguntitan dan atau pelacakan menggunakan sistem elektronik terhadap orang yang menjadi objek dalam informasi atau dokumen elektronik untuk tujuan seksual.
Jadi bagi para netizen yang kadang iseng mengirim konten asusila ke pihak lain tanpa persetujuan, waspada saja, jerat hukum menanti. Sanksi pidananya tidak main-main, yaitu maksimal empat tahun penjara dan denda maksimal Rp 200 juta.
Kasus revenge porn yang sedang viral dialami seorang wanita di Pekanbaru, Riau, dapat dijerat dengan UU TPKS ini. Ditambah lagi dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Baca Juga: Taman Ranca Hideung, Objek Wisata Alam Lebak yang Keren dan Wajib Dikunjungi
“Seorang korban revenge porn bisa menuntut dengan dua undang-undang, yaitu UU ITE dan UU TPKS. Keduanya punya ancaman hukuman dengan waktu yang cukup bagi pelaku untuk bisa merenung di dalam penjara dan menjadi lebih bijak setelah keluar,” ungkap ahli hukum Winner Jhonshon kepada Sugawa.id, Kamis (15/6).
Kasus kekerasan seksual online mengalami kenaikan selama 2017-2021. Berdasar data yang dilansir Komnas Perempuan, pada 2017 hanya ada 16 laporan. Jumlahnya melejit naik pada 2021 menjadi 1.721 laporan. Angka tersebut pun kemungkinan besar hanya fenomena gunung es, sebab dipastikan masih banyak korban yang enggan melapor atau tidak sadar dirinya adalah korban.
Korban kekerasan seksual, baik online maupun offline biasanya memang sulit untuk melapor. Ini disebabkan kondisi mentalnya yang tertekan. Terlebih lagi kekerasan seksual online, di mana konten asusila dirinya sudah dikuasai pihak pelaku.
Artikel Terkait
Penangkapan Tersangka Pelecehan Seksual di Bandara Diapresiasi AP II dan Kimia Farma
IFLC Kecam Pelecehan Seksual di Kancah Politik Nasional
JPU Tunda Tuntutan Pelecehan Seksual Anak di Gereja Depok
Apa Itu Revenge Porn yang Dialami Rebecca Klopper, dan Bagaimana Mencegahnya?
Kasus Pelecehan Seksual pada Narapidana Perempuan di Lapas Lhoksukon Sengaja Dibungkam?
Viral, Kasus Revenge Porn oleh Mantan Pacar, Ahli Hukum Bilang Pelaku Bisa Dijerat Dengan Dua UU Ini