Sugawa.id- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) membeberkan fakta terbaru kasus penyakit menular seksual di Indonesia. Ada tiga jenis infeksi menular seksual (IMS) yang paling berisiko menjangkiti anak, yakni human immunodeficiency virus (HIV), sifilis (raja singa) dan hepatitis B.
Hingga saat ini, penyakit raja singa masih menjadi salah satu perhatian Kemenkes lantaran angka kenaikan kasus penyakit ini yang terus meningkat signifikan. Termasuk jumlah kasus penularanya pada anak-anak dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir.
Juru bicara Kemenkes, dr Mohammad Syahril menyebutkan khusus untuk penyakit menular seksual raja singa terjadi peningkatan sebesar 70 persen dalam kurun waktu 5 tahun terakhir yakni sejak 2018 sampai 2022.
"Dari 12 ribu kasus menjadi 21 ribu kasus saat ini," ungkapnya, dalam konferensi pers daring pada Senin (8/5/2023) lalu
Dalam data Kemenkes RI mencatat terjadinya peningkatan kasus sifilis di Indonesia melonjak hingga 70 persen dalam kurun waktu lima tahun. Pada 2018, tercatat sebanyak 12.484 kasus. Jumlah tersebut terus mengalami peningkatan hingga jumlahnya mencapai 20.783 kasus pada 2023.
Sifilis atau penyakit raja singa adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh bakteri treponema pallidum. Penyakit ini dimulai sebagai luka yang tidak nyeri, biasanya di alat kelamin, rektum atau mulut. Karena tidak ada nyeri terkadang gejala awal sifilis hanya dianggap alergi biasa oleh penderita.
Baca Juga: Jakarta Utara Siap Susul Jakarta Pusat Jadi Kota Lengkap, Ini Strategi Kepala Kantor BPN Jakut
Seseorang juga dapat mengalami sifilis tanpa memiliki gejala apa pun. Karena itu sifilis kerap disebut penyakit seribu wajah. Akibatnya, sifilis jarang segera diobati dan biasanya mulai terdeteksi ketika sudah terjadi kerusakan pada fungsi organ seperti jantung, otak atau organ lain, dan dapat menyebabkan kematian.
Pada kasus yang menyerang anak, ada tiga kemungkinan anak tertular penyakit menular seksual, yakni saat dalam kandungan, saat proses melahirkan, dan saat proses menyusui.
Penularan penyakit raja singa atau sifilis dari jalur ibu ke anak menyumbang persentase yang cukup tinggi, yakni sebesar 69 persen hingga 80 persen. Umumnya, risiko yang akan terjadi pada bayi berupa risiko abortus alias keguguran, anak lahir mati, atau sifilis kongenital alias sifilis bawaan pada bayi baru lahir sehingga anak akan menderita sifilis seumur hidupnya.
Baca Juga: Ini 5 Hidden Gems Kuliner Kota Depok, Nomor 2 Terasa di Rumah Bangsawan Belanda!
Syahril mengatakan bahwa hingga saat ini, hanya sekitar 40 persen ibu hamil penderita sifilis yang sudah diobati. Mirisnya, lanjut Syahril, jika rendahnya angka pasien yang diobati karena faktor suami yang tidak mengizinkan istri untuk tes sifilis dan menghindari stigma negatif masyarakat.
"Ibu hamil dengan sifilis yang diobati masih rendah, hanya di kisaran 40 persen. Nah, sisanya alias 60 persen tidak mendapatkan pengobatan sehingga berpotensi menularkan dan menimbulkan cacat pada anak yang dilahirkan," ucapnya sedih.
"Rendahnya pengobatan (sifilis) karena adanya stigma dan unsur malu. Setiap tahunnya, dari lima juta kehamilan, hanya sebanyak 25 persen ibu hamil yang diskrining sifilis. Dari 1,2 juta ibu hamil, sebanyak 5.590 ibu hamil positif sifilis. Hal ini perlu jadi perhatian kita bersama," sambungnya.
Artikel Terkait
Wujudkan Program KRIS, Ini yang Dilakukan Kepala BPN Padang di Kemenkes