Sugawa.id - Heboh pelaksanaan mutasi, rotasi, dan promosi pejabat eselon 3 dan IV di lingkungan Kementerian Agraria, Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) masih menyisakan tanda tanya.
Pasalnya, mutasi itu disinyalir tidak mempertimbangkan efektifitas, profesionalisme, dan jejang karir PNS yang terkena mutasi, sehingga ada salah satu pejabat eselon IV yang menolak untuk dilantik di tempat baru,yakni, Kepala Sub Bagian Tata Usaha (Kasubag TU) BPN Kota Padang,Sumatera Barat yang dimutasi menjadi Kasubag TU di BPN Gayo Lues, Provinsi Aceh yang berjarak sekitar 500 KM dari Banda Aceh atau 871 KM dari kediamannya.
Selain itu, ada juga pejabat eselon IV di BPN Kabupaten Lebak,Banten,yakni Riduan mantan Kepala Seksi (Kasi) Hubungan Hukum Pertanahan (HHP) -sebelumnya tertulis Kasubag TU- yang dimutasi menjadi Kasi Sengketa di BPN Ciamis, Jawa Barat yang berjarak 300 KM dari kediamannya. Padahal, beberapa bulan ke depan Riduan yang berdomisil di Tangerang, Banten ini memasuki usia pensiun atau MPP (Masa Persiapan Pensiun).
Menurut informasi yang diperoleh media ini, ada juga seorang pejabat struktural. Yaitu, kepala kantor Pertanahan atau BPN yang selama ini dinilai oleh publik cukup berprestasi dalam menyelesaikan target PTSL dan terget lainnya, namun tiba tiba dimutasi menjadi pejabat fungsional di Kanwil Sumatera Barat.
Menyikapi mutasi di lingkungan Kementerian ATR/BPN ini, PIt Kepala Biro Humas, Hukum, dan Kerja Sama Badan Kepegawaian Negara (BKN) Iswinarto Setiaji menjelaskan kepada Sugawa.id.
“Kalau instansi sama dalam hal ini Kementerian ATR/BPN, maka mutasinya berlaku ketentuan Pasal 73 ayat (2) UU No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dimana dinyatakan antara lain bahwa mutasi PNS dalam satu instansi pusat dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian, dalam hal ini Menteri ATR/BPN,” terang Iswinarto Setiadji kepada Sugawa.id,Rabu (26/4/2023).
Dengan demikian kata Iswinarto, mutasi di dalam lingkungan ATR /BPN tidak memerlukan pertimbangan teknis dari Kepala BKN.” Jadi mutasi di lingkungan Kementerian ATR/BPN tidak memerlukan pertimbangan teknis dari BKN,” tegasnya.
Sementara pakar pakar ilmu Pemerintahan DR Muhadam Labolo yang juga dosen senior di IPDN (Institut Pemerintahan Dalam Negeri) mengatakan, Tour of duty dalam sebuah organisasi adalah hal biasa, namun patut juga menerapkan prinsip profesional dan efektif dari mutasi tersebut
“Dalam birokrasi lazim dilakukan menurut prinsip profesionalitas (merit system). Namun demikian, di negara-negara berkembang tak jarang bercampur dengan ikatan-ikatan identitas dan kekeluargaan (spoil system),” ungkap Labolo kepada Sugawa.id,Rabu (26/4/2023)
Menurut Labolo, ciri cirinya adalah, pegawai dimutasi tanpa alasan, bahkan tanpa standar dan ukuran menurut ketentuan atau peraturan mutasi, demosi dan promosi.
“Yang muncul malah like and dislike. Efeknya tentu saja merugikan pegawai yang bersangkutan, mengecualikan profesionalitas, diskriminatif, serta mengentalkan nepotisme dalam birokrasi,” kata Labolo yang juga ketua bidang Pengembangan Keilmuaan dan Kerjasama Perguruan Tinggi Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia ini.
Salah seorang pejabat di Kementerian ATR/BN yang enggan ditulis namanya menyebutkan, baru kali ini mutasi, rotasi dan promosi di Kementerian ATR/BPN yang gegeren dan terkesan ngacak. ”Dulu ketika Wamen-nya pak Surya Tjandra adem adem aja,” ungkapnya..***(Tim Sugawa)