Sugawa.id - Ada banyak aturan hukum di Negara ini yang perlu segera ditindaklanjuti oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Sehingga terkadang ada banyak pihak yang menjadiikan belum selesainya pembahasan undang-undang itu sebagai bahan gorengan politik ke publik.
Masalah Undang-undang Perlindungan pembantu rumah tangga misalnya, RUU Perlindungan Pembantu Rumah Tangga (PPRT) yang sampai kini belum rampung pembahasannya. Dan ini terus digoreng-gorenga sehingga menciptakan isu-isu yang tidak pada tempatnya.
Menanggapi polemik soal RRU PPRT ini, pakar hukum sekaligus mantan Ketua LBH Jakarta, Dr Erna Ratna Ningsih SH, LLM meminta elite politik jangan mempolitisir pembahasan RUU PPRT ini secara berlebihan karena akan memecah belah persatuan bangsa.
Baca Juga: Kirab Ogoh-Ogoh sebagai Tradisi Masyarakat Hindu untuk Menyambut Hari Raya Nyepi, Ini Maknanya
"Saya rasa, penundaan RUU PPRT yang dilakukan secara kelembagaan oleh DPR punya alasan yang kuat, dan jangan sampai hal ini kemudian dipolitisasi dan berdampak pada perpecahan bangsa. Kita harus menunggu partisipasi masyarakat, baik akademisi, Lembaga Swadaya Masyarakat, tokoh masyarakat, Pemberi Kerja maupun para PRT itu sendiri untuk menyempurnakan RUU PPRT yang sedang diproses DPR," ujar Erna.
Menurutnya, perlindungan hukum dalam RUU PPRT tak hanya menjamin kepastian hukum bagi PRT, namun juga bagi pemberi kerja dan penyalur. Untuk itu, partisipasi semua pihak yang terkait harus didengarkan agar Undang–Undang PPRT nantinya bersifat mumpuni, mengayomi dan memberikan perlindungan bagi pekerja rumah tangga dalam kerangka pencapaian keadilan dan kesejahteraan sebagaimana janji negara.
Ratna menilai sebagai negara yang menjadikan Pancasila sebagai living ideology, Indonesia sangat menjunjung tinggi dan memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan serta keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Baik itu keadilan dalam bidang hukum atau jaminan pemenuhan hakhak-warga negara dan juga bidang ketenagakerjaan.
Baca Juga: Giliran Istri Pejabat KPK Endar Priantoro Flexing, Suami Bakal Kena Getah?
Eksistensi UU Ketenagakerjaan saat ini sebagai payung hukum dalam bidang ketenagakerjaan memang tidak menyentuh pekerja rumah tangga (PRT) yang tergolong sektor informal. Hal ini menyebabkan PRT tak dapat perlindungan hukum, keadilan dan kesejahteraan.
"Ketiga hal mendasar inilah yang coba dibangun dalam konteks pekerja rumah tangga, melalui kelahiran UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT),” katanya.
Dikatakan, perjalanan Panjang RUU PPRT menunjukkan alotnya perdebatan pandangan berbagai fraksi yang melingkupi sektor pekerja informal ini. Di setiap 4 periode DPR sejak tahun 2004, UU PPRT selalu jadi salah satu RUU Prolegnas, namun gagal dalam proses pembahasannya karena belum ditemukan formulasi yang tepat meminimalkan dampak negatifnya, karena PRT merupakan salah satu pekerjaan yang memiliki tingkat populasi tinggi di Indonesia.
Baca Juga: Setelah Ditjen Pajak, Kini Ditjen Perbendaharaan Kemenkeu Diamuk Warganet. Ada Apa ya?
Ratna menegaskan bahwa saat ini adalah momen yang tepat untuk bersama-sama memberikan masukan bagi penyempurnaan draft RUU PPRT. "Saat ini kita bisa melihat adanya keseriusan DPR secara kelembagaan untuk menyusun RUU PPRT. Dalam rangka penyempurnaan atas Draft RUU tersebut, DPR telah beberapa kali melakukan pembahasan intensif dan mendalam dengan berbagai narasumber yang kompeten di isu pekerja rumah tangga, termasuk Komnas Perempuan, aktivis perburuhan, perwakilan ILO, dan masih banyak lagi. Selain DPR, kita dapat lihat bagaimana pemerintah, khususnya Presiden Joko Widodo terus mendorong agar RUU PPRT ini segera disahkan,” ujarnya.
Dikatakan, Willingness dari dua lembaga negara, baik dari legislatif dan eksekutif untuk segera melahirkan regulasi yang dapat melindungi pekerja di sektor rumah tangga menunjukkan bagaimana keseriusan Indonesia untuk menguatkan pekerja di sektor pekerjaan ini.
Artikel Terkait
Tunggu di Rumah, Ada Surat Cinta ETTLE Mobile untuk Pengendara Bermotor Roda Dua!
Diduga Mengandung Bahan Dilarang, BPOM Berhasil Amankan Pabrik Kosmetika Ilegal di Jakarta Utara
Setelah Ditjen Pajak, Kini Ditjen Perbendaharaan Kemenkeu Diamuk Warganet. Ada Apa ya?