• Jumat, 29 September 2023

Waspada! Fenomena Brain Drain Ancaman Nyata Bagi Negara Berkembang, Simak Penjelasannya

- Sabtu, 29 Juli 2023 | 12:07 WIB
Fenomena Brain Drain menjadi ancaman nyata bagi negara berkembang karena banyak intelektual yang menetap di negara maju. (Freepik)
Fenomena Brain Drain menjadi ancaman nyata bagi negara berkembang karena banyak intelektual yang menetap di negara maju. (Freepik)

SUGAWA.ID - Setelah sekian lama, fenomena brain drain kini kembali menjadi permasalahan serius yang tengah dihadapi oleh negara -negara berkembang seperti Indonesia, India, China, Pakistan dan hampir semua negara di Timur Tengah.

Fenomena brain drain terjadi karena negara-negara berkembang kehilangan sebagian besar talenta unggul di kalangan intelektual dan tenaga ahli yang memilih untuk bermigrasi ke negara lain.

Dalam banyak literatur disebutkan juga bahwa fenomena brain drain mengacu pada hengkangnya sumber daya manusia yang terampil, terutama para profesional dan tenaga ahli dari negerinya sendiri untuk menetap di negara lain.

Baca Juga: Wow Chelsea dan Juventus Kena Sanksi UEFA, Klub Kedua Malah Tak Boleh Main di Eropa

Biasanya, alasan yang melatarbelakangi fenomena brain drain pun sangat beragam misalnya alasan mencari karir yang lebih baik, gaji yang lebih tinggi, lingkungan kerja yang lebih menarik atau kesempatan pendidikan yang lebih baik di luar negeri.

Di Indonesia sendiri fenomena brain drain sudah terjadi sejak tahun 1960-an, kala itu banyak mahasiswa yang telah mendapat beasiswa untuk menempuh pendidikan di Universitas Rusia ataupun Perguruan tinggi di Eropa Timur yang memilih untuk tidak kembali ke Indonesia.

Berdasarkan data yang dihimpun Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), dalam periode tahun 2019 hingga April 2023 terdapat 4.241 warga negara Indonesia yang memasukin usia produktif (25-35 tahun) memilih berpindah kewarganegaraan menjadi warga negara Singapura.

Baca Juga: APPRI Dorong Pemahaman Pengukuran PR Berbasis AMEC, Ini Alasannya

Hal ini bermula dari mahasiswa Indonesia yang mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan ke Singapura. Selama masa pendidikan, para mahasiswa Indonesia diwajibkan untuk bekerja di perusahaan Singapura selama tiga tahun, lalu setelah dua tahun bekerja, mereka bisa mendapatkan status izin tinggal tetap.

Mereka yang pindah kewarganegaraan ke Singapura, mayoritas berpendapat standar hidup di Singapura jauh lebih baik daripada di negara zamrud khatulistiwa ini. Selain itu, ditunjang dengan fasilitas dan daya dukung infrastruktur seperti rumah susun, transportasi publik dan biaya pendidikan yang terjangkau menjadi alasan penguat untuk beralih kewarganegaraan.

Faktor tambahan lain adalah paspor Singapura dianggap sebagai paspor yang paling diminati, karena menempati peringkat kelima dalam daftar Passport Index yang dimana pemiliknya dapat free akses masuk ke 127 negara tanpa visa.

Baca Juga: Dirjenpas dan 2 Orang Petugas Wali Pemasyarakatan Terima Penghargaan BNPT Awards 2023

Fenomena brain drain juga dialami oleh negara berkembang lainnya seperi India. Sejak tahun 1960-an, banyak mahasiswa India dari Indian Institute of Technology (IIT) Bombay, New Delhi, Madras dan universitas lainnya di India lebih memilih untuk bekerja di peperusahaan Amerika, Canada, Inggris dan negara maju lainnya.

Bahkan pada tahun 1990-an kaum profesional muda India menguasai lebih dari 8.000 perusahaan di bidang teknologi komunikasi di Amerika Serikat.

Halaman:

Editor: Wahyu Wibisana

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X