Sugawa.id-Tentara Sudan telah mengirim delegasi ke Kota Saudi Jeddah untuk pembicaraan gencatan senjata sebagai bagian dari prakarsa bersama yang dilakukan Saudi dan Amerika Serikat (AS).
Delegasi berangkat ke Jeddah pada Jumat (5/5/2023) malam setelah tentara dan Pasukan Dukungan Cepat atau Rapid Support Force (RSF) paramiliter mengatakan mereka hanya akan membahas gencatan senjata kemanusiaan dan bukan negosiasi untuk mengakhiri konflik di Sudan.
"Delegasi tentara akan membahas rincian gencatan senjata dengan musuh paramiliternya," kata tentara Sudan seperti dikutip sugawa.id dari Al Jazeera, Sabtu (6/5/2023).
"Inisiatif bersama ini bertujuan untuk mengurangi tingkat ketegangan di Sudan," demikian bunyi pernyataan dari Kementerian Luar Negeri Saudi.
RSF juga akan mengirimkan delegasi untuk pembicaraan tersebut. Sumber-sumber di Sudan mengatakan tentara Sudan telah mengkonfirmasi bahwa delegasi berangkat ke Jeddah, dan itu termasuk tiga perwira militer, di antaranya seorang jenderal serta seorang duta besar.
“Tujuan dari pembicaraan ini adalah untuk fokus pada kondisi kemanusiaan di sini di ibu kota dan untuk membuka koridor kemanusiaan bagi mereka yang membutuhkan bantuan,” kata Morgan dari Al Jazeera.
Serangan udara dan tembakan terus mengguncang ibu kota Sudan pada hari Jumat, tidak menunjukkan tanda-tanda mereda meskipun ada upaya gencatan senjata.
Panglima militer reguler Abdel Fattah al-Burhan telah memberikan dukungannya pada gencatan senjata selama seminggu yang ditengahi oleh Sudan Selatan pada hari Rabu. Namun pada hari Jumat pagi, RSF paramiliter mengatakan mereka memperpanjang tiga hari dari gencatan senjata sebelumnya yang ditengahi di bawah AS dan mediasi Saudi.
Berbagai gencatan senjata telah disepakati sejak pertempuran antara pasukan keamanan yang saling bersaing meletus pada 15 April, tetapi tidak ada yang dipatuhi .
Ratusan orang tewas dalam hampir tiga minggu pertempuran antara pasukan pemimpin de facto Sudan al-Burhan, dan wakilnya yang menjadi saingannya Mohamed Hamdan Daglo, yang memimpin RSF.
Pertempuran berlanjut sehari setelah Presiden AS Joe Biden mengancam sanksi terhadap mereka yang bertanggung jawab karena mengancam perdamaian, keamanan, dan stabilitas Sudan dan merusak transisi demokrasi Sudan.
Negara Afrika Utara itu telah menderita di bawah sanksi puluhan tahun selama pemerintahan presiden lama Omar al-Bashir, yang disingkirkan dalam kudeta istana pada 2019 menyusul protes massal di jalanan.
“Kekerasan yang terjadi di Sudan adalah sebuah tragedi dan merupakan pengkhianatan terhadap tuntutan jelas rakyat Sudan akan pemerintahan sipil dan transisi menuju demokrasi. Itu harus diakhiri,” kata Biden.
Saksi melaporkan serangan udara dan ledakan terus berlanjut di berbagai bagian Khartoum pada hari Jumat, termasuk di dekat bandara.
Konflik tersebut telah menewaskan sekitar 700 orang sejauh ini, kebanyakan dari mereka di Khartoum dan wilayah Darfur barat.
Artikel Terkait
Polri Sita 821 Kg Sabu jaringan Internasional di Kota Serang
Polri Bongkar Sindikat Narkoba Jaringan Internasional di Sukabumi, Sita 402 Kg Sabu
Polda Kalsel Musnahkan 300 Kg Sabu dari Jaringan Narkoba Internasional
Arman Depari, Jenderal Gondrong "Musuh" Sindikat Narkoba Internasional
1 dari 3 Terdakwa Jaringan Sabu Cair Internasional Dituntut, Dua Lagi....
Terlalu, LPTQ Banten Tidak Tahu Ada Qori Cilik Asal Serang Berprestasi di Tingkat Internasional
Di Balik Event WSBK, Gubernur NTB Dorong UMKM Nasional Berkiprah di Kancah Internasional
Pengadilan Internasional Terbitkan Surat Penangkapan Putin, Begini Respons Keras Rusia.
K-Pop Blackpink, TXT dan Stray Kids akan Jadi Headliner Festival Musik Internasional
Shanghai Gelar Pameran Industri Otomotif Internasional, 1500 Mobil Dipamerkan, Yuk Simak Apa Saja