• Selasa, 26 September 2023

Dinkes Kota Bekasi Sebut 3 Kecamatan Zona Merah DBD, Tiap Tahun Warga Jadi Korban

- Rabu, 18 Maret 2020 | 07:54 WIB

Pasien DBD menjalani peraestan diruang inap kelas II, RSUD Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi, Jalan Veteran, Margajaya, Kecamatan Bekasi Selatan, Kota Bekasi. (foto: sugawa.id)

 

 

Sugawa.id - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bekasi menetapkan zona merah demam berdarah dengue (DBD) di tiga kecamatan. Alasannya, serangan penyakit tersebut kerap menimpa warga yang berdomisili di tiga wilayah tersebut. Bahkan, kawasan ini menjadi penyumbang pasien tertinggi di Kota Bekasi.


Hal itu ditegaskan Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P), Dinkes Kota Bekasi, Dezi Syukrawatiada. Dia mengatakan, penetapan zona rawan DBD pada tiga kecamatan itu karena hampir setiap tahun warga menjadi korban. Serangan nyamuk tersebut pun mewabah di tiga kecamatan.


"Iya, sudah ditetapkan sebagai zona rawan DBD, berdasarkan laporannya saat ini tiga kecamatan itu yang tertinggi (DBD). Setiap awal tahun pasti pasiennya dari dari sana semua," katanya saat dikonfirmasi, Rabu (18/3/2020).


Data Dinkes Kota Bekasi menyebutkan tiga kecamatan yang ditetapkan zona merah DBD itu berada tidak jauh dari pusat kota. Seperti Kecamatan Bekasi Barat, Rawalumbu, dan Pondok Gede. Dari catatan Dinkes sendiri menyebutkan pada awal 2020 ada 109 orang pasien DBD, pada awal 2019 jumlah pasien DBD itu mencapai 199 orang. Sedangkan di awal 2018 pasien DBD mencapai 203 orang, dan awal 2017 mencapai 257 pasien.


Dijelaskan Dezi, ada sejumlah faktor pendukung tiga kecamatan itu menjadi zona rawan DBD. Diantaranya, kurangnya kesadaran masyarakat untuk berperilaku bersih terhadap lingkungan, banyaknya saluran air yang tersumbat. Hingga penumpukan sampah yang tidak terkelola dengan baik.


"Itu yang menjadikan tempat sarang nyamuk berkumpul. Banyak barang bekas dilingkungan warga disana malah jadi tampungan air yang kotor. Makanya nyamuk mudah berkembang biak dengan cepat," paparnya.


Menurutnya, banyaknya korban DBD tersebut tak lantas membuat warga mau merubah perilaku hidup bersih dan sehat. Justru lingkungan masyarakat di tiga kecamatan ini semakin kumuh dan kotor.


Dezi mengaku, sejumlah upaya telah kerap kali dikerjakan Dinkes untuk menekan DBD di tiga kecamatan itu. Mulai dari sosialisasi kebersihan lingkungan, pemberian obat jentik, fogging sampai membentuk juru pemantau jentik (Jumantik) setiap kelurahan. Akan tetapi tetap saja hal itu tidak mempengaruhi warga merubah pola prilaku hidup bersih dan sehat.


"Semua sudah kami kerjakan, tapi hasilnya tetap sama. Saat ini kami masih mencari solusi agar warga mau membersihkan lingkungan. Karena jika dibiarkan mungkin akan makin parah lagi serangan DBD," ucapnya.


Lantaran tinggi serangan DBD di tiga kecamatan itu, sambung Dezi, Dinkes telah berkoordinasi dengan Pukesmas untuk memantau dan melayani pasien DBD. Kemudian melakukan penyuluhan program 4M yakni menutup, menguras, mengurus, dan memantau. Kemudian terus melakukan pengasapan.


Menilai itu, Peneliti Senior Pusat Kajian Gizi Regional Universitas Indonesia/Southeast Asian Minister of Education Regional Center for Food and Nutrition (PKGR UI/SEAMEO-RECFON), Grace Wangge menuturkan, terjadinya serangn DBD yang cukup tinggi di tiga kecamatan di Kota Bekasi karena kesalahan penataan ruang dari Pemkot Bekasi. Dimana, kawasan kumuh di wilayah itu tidak ditata kembali. Kemudian penghidupan kelompak masyarakat sadar DBD tak dikerjakan. Padahal dua hal ini harus dilakukan untuk mengubah pola prilaku masyarakat tersebut.


"Jika hanya sosialisasi saja tanpa ada kegiatan konkrit akan sangat percuma. Jadi harus Pemkotnya yang bergerak dan memberikan sanksi pada warga yang tidak dapat menjaga kebersihan lingkungan. Memang harus tegas kalau mau merubah prilaku masyarakat disana," tuturnya.

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Terkini

Pelaku KDRT di Cinere Disidangkan, Ini Dakwaan JPU

Rabu, 13 September 2023 | 22:53 WIB
X